Senin, 07 Desember 2009

ORGANISASI : STRUKTUR DAN PERKEMBANGANNYA

Jika suatu ketika pihak manajemen mendapatkan sebuah proyek, maka kemudian muncul pertanyaan, bagaimana proyek tersebut akan diimplementasikan?. Dalam pengimplementasiannya tentu saja dibutuhkan organisasi yang akan mengelola proyek tersebut. James D. Mooney, mengatakan, “Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai suatu tujuan bersama”, sedangkan menurut Chester I. Barnard, mengatakan “Organisasi adalah suatu sistem dari aktivitas kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Organisasi dalam arti badan adalah sekelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan tertentu. Organisasi dalam arti bagan atau struktur adalah gambaran secara skematis tentang hubungan-hubungan, kerjasama dari orang-orang yang tertentu, dalam rangka pencapaian suatu tujuan.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa organisasi adalah suatu wadah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerjasama dalam mengatur unsur-unsur sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang terdiri dari tenaga kerja, tenaga ahli, material, dana, dan lain-lain dalam suatu gerak langkah yang sinkron untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Setiap perusahaan memiliki struktur organisasi yang berbeda dengan perusahaan lain. Pada bab ini akan di uraikan empat jenis struktur organisasi yang dapat digunakan oleh perusahaan yakni struktur organisasi fungsional, tim proyek khusus, struktur matriks dan organisasi virtual. Seperti setiap individu yang mempunyai kepribadian yang unik, maka setiap organisasi juga memiliki ciri khas yang unik pula.

2.1. Struktur Manajemen Proyek

Sebuah sistem manajemen proyek menyediakan kerangka kerja untuk pengimplementasian kegiatan-kegiatan proyek di dalam organisasi induk. Sebuah sistem yang baik, akan menjamin keseimbangan kebutuhan pada organisasi induk dan proyek, melalui pembatasan yang jelas dalam hal wewenang, pengalokasian sumber-sumber daya dan juga pengintegrasian hasil antara proyek dan organisasi induk. Banyak organisasi bisnis yang menghadapi masalah ketika mencoba membentuk sebuah organisasi proyek yang baru padahal pada saat yang sama organisasi tersebut sedang menjalankan operasi/kegiatan utama perusahaan. Hal ini karena, umumnya organisasi didisain untuk mengefesienkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Efesiensi tersebut diukur dengan pembagian tugas-tugas kedalam bentuk yang sederhana dan aktivitas yang berulang-ulang. Padahal, proyek sering melakukan hal yang tidak biasa, tidak rutin, serta memiliki lingkungan kerja yang berbeda-beda.

Permasalahan juga sering timbul karena kebanyakan proyek merupakan multidisplinari, dan dikoordinir oleh berbagai macam tenaga ahli. Sebagai contoh, proyek pengembangan sebuah produk baru, akan melibatkan personalia-personalia dari bidang disain, pemasaran, manufaktur dan finansial. Hal ini karena pada umumnya perusahaan dibagi menurut keahlian-keahlian fungsional dengan spesialisasi pada bidang disain, pemasaran, manufaktur dan finansial dalam unit-unit yang berbeda. Biasanya permasalahan muncul bukan hanya karena terdapat adanya “tembok penghalang” antar departemen, tetapi juga karena ada dilema tambahan tentang siapa yang berwewenang terhadap proyek. Pada kebanyakan organisasi, wewenang dibuat dengan sistem hierarki antar lini fungsional.

2.2. Mengorganisir Proyek Dengan Organisasi Fungsional

Mengorganisir proyek dengan cara ini adalah melalui penyederhanaan manajemen dengan hierarki fungsional dari organisasi. Jika pihak manajemen memutuskan untuk mengimplementasikan sebuah proyek, maka perbedaan segmen dari proyek akan didelegasikan ke dalam unit fungsional masing-masing. Pada Gambar 2.1 dapat dilihat gambar struktur organisasi fungsional.

Koordinasi dipelihara melalui hubungan manajemen normal. Sebagai contoh, sebuah perusahaan alat-alat manufaktur memutuskan untuk mengadakan perbedaan lintasan produk dengan membuat sebuah alat yang khusus akan digunakan oleh orang kidal. Top manajemen akan mengimplementasikan proyek, melalui pembedaan segmen-segmen proyek, lalu kemudian mengalokasikannya kepada bagian yang tepat. Departemen disain industri bertanggungjawab untuk memodifikasi spesifikasi untuk menyesuaikan kebutuhan tangan kiri pengguna. Departemen produksi bertanggungajawab untuk merencanakan cara untuk memproduksi alat baru tersebut menurut spesifikasi yang didisain. Departemen pemasaran bertanggungjawab untuk menaksir permintaan dan harga serta rencana penditribusiannya kelak. Proyek secara keseluruhan akan dimanajemeni dengan hierarki normal, sehingga proyek menjadi bagian dari agenda kerja top manajemen.

Organisasi fungsional juga biasanya digunakan ketika satu bagian fungsional lebih dominan dalam penyelesaian sebuah proyek atau mempunyai kepentingan yang dominan dalam kesuksesan proyek. Dibawah lingkup ini, top manajer pada bagian tersebut diberikan tanggungjawab untuk mengkoordinir proyek. Sebagai contoh, transfer peralatan dan anggota untuk sebuah kantor baru, akan dikoordinir oleh seorang top manajer pada departemen fasilitas perusahaan. Demikian juga, jika sebuah proyek melibatkan peningkatan sistem informasi manajemen, maka akan dimanajemeni oleh departemen sistem informasi.

Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan organisasi fungsional untuk melaksanakan dan menyelesaikan proyek. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain adalah:

  1. Proyek diselesaikan dengan struktur dasar fungsional dari organisasi induk. Tidak ada perubahan yang radikal dalam disain dan operasi dari organisasi induk
  2. Terdapat fleksibilitas maksimum dalam penggunaan staff. Spesialisasi yang tepat dalam unit-unit fungsional yang berbeda dapat dengan sementara diangkat untuk bekerja pada proyek dan kemudian kembali pada pekerjaan normal mereka. Dengan dasar teknikal yang dimiliki oleh para personalia pada setiap departemen fungsional, maka mereka dapat ditempatkan pada proyek yang berbeda-beda dengan relatif mudah
  3. Jika lingkup dari proyek terbatas dan unit-unit fungsional yang tepat diangkat sebagai penanggungjawab utama, maka berbagai jenis keahlian dapat membaur pada aspek-aspek krusial proyek.
  4. Peningkatan terhadap profesionalisme pada sebuah divisi fungsional akan tercipta. Ketika seorang tenaga ahli dapat membuat kontribusi yang signifikan untuk proyek, maka keprofesionalannya pada bagian fungsional tersebut akan meningkat.

Sementara itu, juga terdapat beberapa kelemahan pada jenis struktur organisasi ini, terutama ketika lingkup dari proyek begitu luas dan sebuah departemen yang fungsional tidak berperan secara dominan pada proyek. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain:

  1. Proyek seringkali kurang fokus. Setiap unit fungsional memiliki rutinitas inti pada pekerjaannya, sehingga mengakibatkan rendahnya pertanggungjawaban terhadap proyek jika dibandingkan dengan kewajiban yang utama pada organisasi. Sebagai contoh, jika pada sebuah proyek tertentu departemen pemasaran mengganggap proyek tersebut urgen, sementara departemen operasional menganggap hal tersebut sebagai kepentingan sekunder. Bayangkan ketegangan yang terjadi jika untuk mengerjakan tugas pada bagian pemasaran, bagian ini harus menunggu personil bagian operasional untuk menyelesaikan segmen mereka dalam proyek sebelum bagian pemasaran mengerjakan segmennya sendiri, padahal di antara mereka terdapat kontradiksi kepentingan.
  2. Ada kemungkinan terjadi kesulitan integrasi antar unit-unit fungsional. Para ahli pada satu bidang fungsional berkonsentrasi secara khusus hanya pada segmen mereka di dalam proyek dan bukan pada keseluruhan proyek.
  3. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek melalui susunan fungsional ini lebih lama. Ini akibat lambannya respon informasi terhadap proyek dan adanya kecenderungan pengambilan keputusan-keputusan yang disirkulasikan melalui hubungan manajemen yang normal.
  4. Motivasi orang-orang yang ditugaskan dalam proyek dapat menjadi lemah. Hal ini akibat sebuah proyek dianggap sebagai beban tambahan yang tidak berhubungan secara langsung dengan pengembangan keprofesionalan. Rasa kurang memiliki, akan mengecilkan komitmen pada kegiatan proyek yang terkait.

2.3. Mengorganisir Proyek Sebagai Tim Yang Khusus

Pada tipe ini, dilakukan pembentukan tim proyek yang independen. Tim ini bekerja sebagai unit-unit yang terpisah dari organisasi induk. Seorang manajer proyek yang full-time di beri tanggung jawab untuk memimpin tenaga-tenaga ahli yang juga bekerja penuh waktu pada proyek. Manajer proyek merekrut para personil tersebut dari dalam dan luar perusahaan induk. Mereka secara fisik dipisahkan dari organisasi induk dan diberikan instruksi langsung untuk menyelesaikan proyek Pada Gambar 2.2 dapat dilihat gambar struktur organisasi proyek sebagai tim yang khusus.

Hubungan antara organisasi induk dan tim proyek akan berubah-ubah. Dalam beberapa kasus organisasi induk menentukan prosedur kontrol keuangan dan administrasi atas proyek. Pada kasus lain, perusahaan mengijinkan manajer proyek dengan kebebasan sepenuhnya untuk mengelola proyek dengan seluruh sumber daya yang secara fokus ditugaskan pada proyek.

Bagi perusahaan, jika proyek adalah bentuk dominan dari bisnis, seperti sebuah perusahaan konstruksi, perusahaan konsultan atau sebuah perusahaan film, maka keseluruhan organisasi didisain untuk mendukung tim proyek. Hal ini dijelaskan pada gambar 2.3.

Sebagaimana halnya organisasi fungsional, pendekatan tim proyek khusus mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah sebagai berikut:

1. Terbentuknya suatu tim proyek dengan bagian-bagian yang lengkap dan susunan komando tunggal. Dengan demikian, tim proyek ini memiliki wewenang penuh atas sumber daya yang disediakan untuk mencapai sasaran proyek

2. Adanya tim tersebut memungkinkan ditanggapinya perubahan dan diambilnya keputusan dengan tepat dan cepat karena keputusan dibuat oleh tim dan tidak menunda hierarki.

  1. Status yang mandiri akan menumbuhkan identitas tim dan komitmen para anggotanya untuk menyelesaikan proyek dengan baik. Mereka akan mencurahkan perhatian secara penuh ke dalam proyek dan tidak dialihkan oleh kewajiban yang lain.

4. Dengan dipindahkannya tenaga-tenaga ahli dari organisasi fungsional ke satu wadah tim proyek, maka jalur komunikasi dan arus kegiatan menjadi lebih pendek, sehingga, memungkinkan pengarahan dan pengendalian secara lebih efektif

5. Memudahkan koordinasi maupun integrasi personil dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya

6. Orientasi akan lebih kuat kepada kepentingan proyek

Sedangkan kerugian dari bentuk organisasi ini adalah:

  1. Besarnya biaya proyek karena kurang efisien dalam membagi dan memecahkan masalah dalam penggunaan sumber daya, seperti misalnya peralatan konstruksi dan tenaga di masing-masing proyek. Ini dapat menghasilkan duplikasi dari usaha-usaha antar proyek dan kehilangan skala ekonomis. Karena umumnya jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan terbatas, maka perusahaan tidak dapat menempatkannya ke masing-masing proyek secara permanen. tanpa merugikan perusahaan secara keseluruhan.
  2. Juga terdapat kecenderungan munculnya perpecahan yang kuat antara tim proyek dan organisasi induk. Perpecahan ini dapat merusak integrasi hasil proyek ke operasi utama. Proses asimilasi dari anggota-anggota tim proyek saat kembali ke unit-unit fungsional mereka ketika proyek diselesaikan juga akan terganggu.
  3. Menugaskan perorangan secara penuh waktu untuk sebuah proyek menciptakan dilema, apa yang akan dilakukan anggota ketika proyek telah selesai, padahal pekerjaan pada proyek lain tidak tersedia. Proses transisi kembali ke departemen fungsional semula kemungkinan juga menjadi sulit karena telah meninggalkan departemen fungsional beberapa waktu lamanya.

2.4. Mengorganisir Proyek Dengan Susunan Matriks

Manajemen matriks adalah sebuah bentuk organisasi cangkokan dimana struktur manajemen proyek yang horisontal ‘melapisi’ hierarki fungsional yang normal. Pada sebuah sistem matriks, biasanya terdapat dua rangkaian perintah, satu sepanjang garis fungsional dan yang lain sepanjang garis proyek.

Perusahaan mengaplikasikan susunan matriks ini bervariasi dengan cara-cara yang berbeda. Beberapa organisasi membuat sistem matriks yang bersifat sementara untuk menghadapi proyek yang spesifik. Tetapi pada organisasi-organisasi yang lain, “matriks” mungkin menjadi sebuah bagian yang tetap. Organisasi proyek matriks dimaksudkan untuk mendapatkan sisi-sisi positif dari struktur fungsional dan manajemen matriks dari sudut pandang perusahaan secara menyeluruh dalam menangani proyek.

Para tenaga ahli, secara administratif tetap terikat dengan departemen fungsional yang berkaitan sebagai induk organisasinya dan bertanggung jawab pada pimpinan proyek, berkaitan dengan hal penanganan proyek. Dengan cara seperti ini, maka para tenaga ahli tetap bernaung dibawah departemen fungsional seraya berkontribusi terhadap proyek-proyek yang ada.

Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh bentuk organisasi ini adalah :

1. Manajer Proyek bertanggung jawab secara penuh terhadap keberhasilan proyek, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan kesuksesan proyek dapat dikontrol secara terus-menerus.

2. Jika pada proyek timbul permasalahan, maka dapat segera ditindaklanjuti.

3. Lebih efisien karena dapat menggunakan sumber daya maupun tenaga ahli yang dimiliki, pada beberapa proyek sekaligus.

4. Jika sebuah proyek telah selesai, para personil yang terlibat di dalamnya dapat kembali ke organisasi induk semula.

Sedangkan kerugian jika menggunakan bentuk organisasi ini adalah :

  1. Walaupun pimpinan proyek tetap bertanggung jawab terhadap pencapaian sasaran-sasaran pokok seperti anggaran biaya, jadwal dan mutu proyek, namun seluruh keputusan mengenai pelaksanaan pekerjaan dan kebutuhan personil terdapat pada departemen lain, dan hal ini diluar wewenang pimpinan proyek.
  2. Terdapat tingkat ketergantungan yang tinggi antara proyek dan organisasi lain pendukung proyek. Tidak jarang terjadi, sebuah organisasi memiliki tugas-tugas lain disamping proyek tertentu yang sedang dikerjakan, bahkan sering terjadi terdapat lebih dari satu proyek yang dikerjakan pada jangka waktu bersamaan.
  3. Karena berada di bawah komando pimpinan proyek dan departemen fungsional, maka terdapat dua jalur pelaporan bagi personil tim proyek. Hal ini sering menimbulkan kontradiksi dalam melakukan pekerjaan.

Struktur organisasi matriks dipilih dengan tujuan pencapaian efisiensi penggunaan sumber daya dengan sebaik-baiknya. Berdasar pada realita, bahwa tidak ada perusahaan yang memiliki sumber daya tidak terbatas, maka bila perusahaan ingin melaksanakan multi proyek, struktur ini merupakan alternatif yang pantas untuk dipertimbangkan. Dibutuhkan persiapan personil secara matang, baik dari segi kualitas dan sikap serta latihan terutama bila mereka terbiasa bekerja dilingkungan struktur fungsional dengan satu jalur komando dan pertanggungjawaban.

Pada gambar 2.4. dapat dilihat contoh struktur organisasi matriks.

Berikut ini adalah aplikasi secara umum.

Pada gambar 2.4., terdapat tiga buah proyek yakni : A, B dan C. Ketiga manajer proyek (PM A-C) bertanggungjawab kepada direktur manajemen proyek, yang mengawasi semua proyek. Setiap proyek memiliki asisten administrasi, meskipun untuk proyek C, hanya bekerja separuh waktu.

Proyek A melibatkan disain dan pengembangan dari lintasan produksi terkait untuk mengakomodasi campuran logam baru. Untuk menyelesaikan tujuan ini, pada proyek A telah ditugaskan 3.5 personil dari divisi manufaktur dan 6 personil dari engineering. Artinya, para personil ini ada yang ditempatkan secara full-time dan ada juga yang part-time. Proyek B berkaitan dengan pengembangan produk baru yang membutuhkan representasi yang berbobot dari bagian engineering, manufaktur dan pemasaran. Proyek C menangani peramalan kebutuhan-kebutuhan yang berubah dari pelanggan yang terkait. Ketika ketiga proyek ini dijalankan, maka aktivitas inti pada divisi fungsional tetap berjalan seperti biasa. Pada prinsipnya setiap keputusan pada proyek selalu harus dinegosiasikan. Manajer proyek bertanggung jawab untuk mengintegrasikan masukan dari bagian fungsional dan mengawasi penyelesaian proyek. Sementara itu, manajer fungsional bertanggungjawab untuk mengawasi kontribusi fungsional untuk proyek.

2.5. Mengorganisir Proyek Dengan Organisasi Virtual

Perampingan ukuran perusahaan/korporasi dan juga dengan adanya kontrol biaya yang ketat, telah mengakibatkan timbulnya “organisasi virtual”. Secara teoritis, organisasi virtual merupakan aliansi dari beberapa organisasi dengan tujuan menciptakan produk atau memberikan pelayanan pada pelanggan. Struktur kolaborasi ini khususnya terdiri dari beberapa organisasi lain yang saling bekerjasama dan berada di sekeliling ‘pusat’ atau perusahaan ’inti’. Perusahaan inti mengkoordinir proses network dan memiliki satu atau dua inti kompetensi, seperti pemasaran atau pengembangan produk. Sebagai contoh, pada suatu perusahaan, kompetensi yang utama adalah mendisain produk baru. Dalam kerangka mengorganisir proyeknya, mereka bekerjasama dengan pemasok, melakukan kontrak kerja dengan perusahaan manufaktur, pengasembli dan perusahaan/partner yang lain untuk menyalurkan produk tersebut ke pelanggan. Contoh lainnya adalah perusahaan Nike, mereka ahli dan khusus menangani aspek pemasaran untuk pakaian dan sepatu olahraga. Prinsip perusahaan tersebut adalah, mereka tidak melakukan segala sesuatunya sendirian. Maka untuk melakukan hal yang lainnya, perusahaan dapat melakukan outsource dari perusahaan lain sesuai dengan kompetensi kebutuhannya.

Perubahan menuju organisasi virtual dengan jelas kelihatan pada industri film. Sepanjang zaman emas Hollywood, korporasi pembuatan film jumlahnya sangatlah besar. Studio seperti MGM, Warner Brothers, dan 20th Century-Fox memiliki banyak film dan ratusan tenaga ahli yang bekerja full-time sebagai disainer, kamerawan, editor film, sutradara, dan juga aktor. Sekarang ini, kebanyakan film dibuat oleh kumpulan individu dan perusahaan kecil yang secara bersama-sama membuat fim melalui proyek-proyek yang saling berhubungan. Jadi pada struktur ini, ada peluang sebuah pekerjaan dilakukan oleh personil yang benar-benar ahli, dan bukannya hanya dikerjakan oleh personil yang berada pada perusahaan tersebut saja.

Sebagai contoh dapat dilihat gambar.2.5.

Gambar 2.5 tersebut melukiskan sebuah situasi dimana sebuah sepeda motor terbaru dibuat dan dipasarkan. Ide berasal dari teknisi mekanik, lalu investor menegosiasi kontrak dengan perusahaan sepeda motor untuk memproduksi sepeda motor tersebut. Perusahaan sepeda motor membentuk tim proyek dari bagian manufaktur, pemasok dan perusahaan pemasaran untuk menciptakan sepeda motor baru. Setiap partisipan memberikan kontribusi yang terbaik pada proyek tersebut. Perusahaan sepeda motor memiliki brand-image mereka, dan berkontribusi di saluran pendistribusian mereka. Perusahaan yang spesialisasinya adalah dalam pembuatan part yang dibutuhkan akan menyalurkan part yang mereka buat pada perusahaan manufaktur yang akan memproduksi sepeda motor tersebut. Perusahaan marketing menilai hasil disain tesebut, melakukan proses promosi dan melakukan test pasar potensial. Jadi, pada kasus ini, manajer proyek ditugaskan oleh perusahaan sepeda motor untuk bekerja dengan investor dan seluruh bagian lain untuk menyelesaikan proyek tersebut.

Ada beberapa keuntungan penggunaan proyek virtual yakni:

1. Terjadi pengurangan biaya yang signifikan.

Perusahaan dapat menjamin persaingan melalui biaya jasa yang dikontrak, apalagi bila pekerjaan tersebut dapat di kontrak sementara. Biaya overhead secara dramatis berkurang karena perusahaan tidak perlu lagi melakukan pekerjaan yang telah dikontrakkan.

2. Pesatnya perkembangan teknologi dan keahlian, dapat berdampak buruk pada proyek. Sebuah perusahaan harus selalu mengikuti perkembangan teknologi. Jadi jika perusahaan dapat fokus pada penguatan kompetensi inti dan menyewa perusahaan lain yang benar-benar ahli pada suatu bidang, hal ini akan jauh lebih menguntungkan.

3. Terdapat peningkatan fleksibilitas.

Organisasi selalu dihadapkan dengan konstrain sumber daya, tetapi konstrain dapat di atasi bila menjalin kerjasama dengan perusahaan lain yang sumber dayanya lebih baik.

Sedangkan kerugian dari proyek virtual adalah sebagai berikut:

1. Proses koordinasi keprofesionalan dari berbagai organisasi yang berbeda dapat menjadi sebuah hambatan, khususnya jika pekerjaan-pekerjaan pada sebuah proyek membutuhkan kolaborasi. Dibutuhkan kerjasama dan saling pengertian yang benar-benar tinggi.

2. Adanya potensi kehilangan kontrol pada proyek. Tim inti bergantung pada organisasi lain, namun mereka tidak memiliki wewenang secara langsung. Ada kemungkinan sebuah proyek akan gagal ketika salah satu rekan kerja tidak memenuhi skedul yang telah ditetapkan.

3. Pada sebuah proyek virtual lebih mudah terjadi konflik interpersonal, jika terdapat perbedaan kultur, nilai dan prioritas diantara sesama partner kerja. Karena kepercayaan, merupakan hal yang paling mendasar dari keberhasilan sebuah proyek, apalagi datang dari berbagai organisasi yang berbeda.

Bagi banyak proyek virtual yang beroperasi di lingkungan elektronik, para personil terhubung hanya melalui komputer, mesin fax, sistem CAD dan video teleconference. Mereka jarang, bahkan mungkin tidak pernah, bertemu satu sama lainnya secara langsung seperti halnya pada personil proyek yang bekerja bersama-sama pada bagian konstruksi.

Hobbs dan Menard (Hobbs, 1993) mengidentifikasi 7 faktor yang berpengaruh dalam pemilihan struktur organisasi manajemen proyek yakni:

  1. Ukuran proyek
  2. Kebijakan strategis
  3. Kebutuhan terhadap inovasi terbaru
  4. Kebutuhan terhadap integrasi (jumlah departemen yang terlibat)
  5. Kompleksitas lingkungan (Jumlah interface eksternal)
  6. Konstrain waktu dan anggaran
  7. Stabilitas permintaan sumberdaya

Semakin tinggi level ketujuh faktor ini, maka dibutuhkan otonomi dan wewenang yang lebih banyak pada manajer proyek dan tim proyek agar dapat berhasil. Sebagai contoh, struktur organisasi matriks atau tim proyek lebih tepat digunakan untuk proyek besar yaitu proyek yang secara strategis kritis dan baru untuk perusahaan, karena membutuhkan banyak inovasi. Struktur ini juga tepat untuk proyek yang bersifat kompleks, multidisplin, dan yang membutuhkan masukan dari banyak departemen.

Selasa, 01 Desember 2009

POSTUR KERJA

Keterkaitan Ergonomi dengan Postur Kerja

Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, dan nyaman. Untuk mencapai hasil yang optimal, perlu diperhatikan performansi pekerjanya. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah postur dan sikap tubuh pada saat melakukan aktivitas tersebut. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena hasil produksi sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan pekerja. Bila postur kerja yang digunakan pekerja salah atau tidak ergonomis, pekerja akan cepat lelah sehingga konsentrasi dan tingkat ketelitiannya menurun. Pekerja menjadi lambat, akibatnya kualitas dan kuantitas hasil produksi menurun yang pada akhirnya menyebabkan turunnya produktivitas.

Dengan demikian, terlihatlah bahwa postur kerja sangatlah erat kaitannya dengan keilmuan ergonomi dimana pada keilmuan ergonomi dipelajari bagaimana untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera akibat postur kerja yang salah dan penyakit akibat kerja serta menurunkan beban kerja fisik dan mental, oleh karena itu perlu dipelajari tentang bagaimana suatu postur kerja dikatakan efektif dan efisien, tentu saja untuk mendapatkan postur kerja yang baik kita harus melakukan penelitian-penelitian serta memiliki pengetahuan dibidang keilmuan ergonomi itu sendiri dengan tujuan agar kita dapat menganalisis dan mengevaluasi postur kerja yang salah dan kemudian mampu memberikan postur kerja usulan yang lebih baik sebab masalah postur kerja sangatlah penting untuk diperhatikan karena langsung berhubungan ke proses operasi itu sendiri, dengan postur kerja yang salah serta dilakukan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan operator akan mengalami beberapa gangguan-gangguan otot (Musculoskeletal) dan gangguan-gangguan lainnya sehingga dapat mengakibatkan jalannya proses produksi tidak optimal.

Postur Kerja

Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisa keefektivan dari suatu pekerjaan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh operator sudah baik dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh oleh operator tersebut akan baik. Akan tetapi bila postur kerja operator tersebut salah atau tidak ergonomis maka operator tersebut akan mudah kelelahan dan terjadinya kelainan pada bentuk tulang operator tersebut. Apabila operator mudah mengalami kelelahan maka hasil pekerjaan yang dilakukan operator terebut juga akan mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Kerja Otot Statis dan Dinamis

Kerja otot statis adalah kerja otot yang tidak bergerak atau dengan kata lain otot hanya diam. Biasanya kerja otot statis akan lebih cepat mengalami kelelahan dibandingkan dengan kerja otot dinamis. Walaupun demikian kerja otot stasis tidak bisa di hilangkan dalam melakukan suatu pekerjaan. Sesuatu hal yang tidak mungkin dalam melakukan pekerjaan semua bagian tubuh operator mengalami kerja otot statis. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu di adakan penelitian tentang perbandingan berapa lama waktu kerja otot statis dilakukan dibandingkan dengan kerja otot dinamis. Sebagai contoh seorang satpam yang harus menjaga pintu selama beberapa jam tanpa bisa duduk. Tentu otot kakinya akan merasa kelelahan dengan kerja otot statis seperti itu. Untuk mengatasinya perlu dibuat jadwal dimana satpam tersebut bisa berkeliling sehingga otot kakinya yang tadinya statis bisa kembali rileks. Dan untuk kerja otot dinamis, perlu dilakukan juga penelitian terhadap otot yang terus bergerak tanpa henti.

Efek Kerja Otot Statis dan Dinamis

Efek kerja otot statis adalah otot yang digunakan dalam keadaan diam sehingga akan terjadi penumpukan asam laktat lebih cepat dibandingkan dengan kerja otot dinamis, sehingga pekerja akan lebih cepat mengalami kelelahan. Ketika pekerja cepat merasa lelah meka pekerjaan atau produktivitasnya akan mengalami penurunan. Sebagai contoh seorang tukang cat yang sedang melakukan pekerjaanya pada saat berdiri, akan mengalami kelelahan pada kedua otot kakinya.

Efek kerja otot dinamis sebenarnya sangat baik karena tidak menyebabkan kelelehan pada saat bekerja. Tidak seperti kerja otot statis yang menyebabkan kelelahan pada pekerja saat bekerja, kerja otot dinamis sangat dianjurkan dalam melakukan setiap gerakan dan postur kerja. Karena pada saat bekerja, otot si pekerja akan mengalami relaksasi, sehingga menyebabkan si pekerja tidak cepat merasakan kelelahan pada saat bekerja dan produktivitasnya tidak akan mengalami penurunan.

Musculoskeletal

Musculoskeletal adalah risiko kerja mengenai gangguan otot yng disebabkan oleh kesalahan postur kerja dalam melakukan suatu aktivitas kerja. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal.

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (Low Back Pain = LBP). Laporan dari The Bureau of Labour Statistics (LBS) Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat yang dipublikasikan pada tahun 1982 menunjukkan bahwa hampir 20% biaya kompensasi yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya keluhan/sakit pinggang. Besarnya biaya kompensasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan secara pasti belum diketahui. Namun demikian, hasil estimasi yang dipublikasikan oleh NIOSH menunjukkan bahwa biaya kompensasi untuk keluhan otot skeletal sudah mencapai 13 milyar US dolar setiap tahun. Biaya tersebut merupakan yang terbesar bila dibandingkan dengan biaya kompensasi untuk keluhan/sakit akibat kerja lainnya. Sementara itu National Safety Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja yang frekuensi kejadiannya paling tinggi adalah sakit punggung, yaitu 22% dari 1.700.000 kasus.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, diantaranya yaitu:

1. Peregangan otot yang berlebihan (over exertion), pada umunya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktifitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktifitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

2. Aktifitas berulang, yaitu pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah, yaitu sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamih, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.

4. Faktor penyebab sekunder, yaitu:

a. Tekanan, terjadi langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.

b. Getaran, dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.

c. Mikroklimat, paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekutan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.

5. Penyebab kombinasi, yaitu:

a. Umur, keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot meningkat.

b. Jenis kelamin, secara fisiologis kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria. Kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria. Khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki.

c. Kebiasaan merokok yang lama dan tingginya frekuensi merokok menyebabkan tingginya keluhan otot yang dirasakan. Hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot.

d. Kesegaran jasmani. Bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadinya keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan bertambahnya aktifitas fisik.

e. Kekuatan fisik. Adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja. Namun untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan pengerahan tenaga, maka faktor kekuatan fisik kurang relevan terhadap resiko keluhan otot skeletal.

f. Ukuran tubuh (antropometri). Vessy et al menyatakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai risiko terjadinya keluhan (pada bagian otot kaki) dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Apabila dicermati, keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban.

Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan risiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Alat ergonomik yang dapat digunakan yaitu Checklist, Model Biomekanik, Tabel Psikofisik, Model Fisik, pengukuran dengan Videotape, Pengamatan melalui Monitor, Metode Analitik, Nordic Body Map (NBM).

Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health Administration (OSHA), tindakan ergonomik untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah melalui dua cara, yaitu:

1. Rekayasa Teknik

a. Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada.

b. Substitusi, yaitu mengganti alat lama dengan alat baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur penggunaan peralatan.

c. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja.

d. Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi risiko sakit.

2. Rekayasa Manajemen

a. Pendidikan dan pelatihan.

b. Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang.

c. Pengawasan yang intensif.

Program Pengendalian Kelelahan pada Pekerja

Program pengendalian kelelahan pada pekerja adalah suatu program yang dibuat berdasarkan analisa terhadap kelelahan pada pekerja yang mana bertujuan untuk membuat suatu program kerja yang baru yang lebih baik agar tingkat kelelahan yang dialami pekerja lebih kecil.

Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kelelahan pada pekerja antara lain adalah:

1. Melakukan perbaikan terhadap postur kerja operator yang salah atau kurang ergonomis.

2. Melakukan perbaikan pada stasiun kerja si operator, seperti jarak, dan letak bahan-bahan yang akan di pergunakan operator.

Ergono

Tipe-tipe Masalah Ergonomi

Masalah-masalah ergonomi dapat dikategorikan ke dalam bermacam-macam grup yang berbeda, bergantung kepada wilayah spesifik dari efek tubuh seperti :

1. Anthtropometric

Antropometri berhubungan dengan konflik dimensional antara ruang geometri fungsional dengan tubuh manusia. Antropometri ini merupakan pengukuran dari dimensi tubuh secara linear, termasuk berat dan volume. Jarak jangkauan, tinggi mata saat duduk, dan lainnya. Masalah-masalah antropometri merupakan manifestasi dari kekurang cocokannya antara dimensi ini dan desain dari ruang kerja. Pemecahannya adalah memodifikasi desain dan menyesuaikan kenyamanan.

2. Cognitive

Masalah kognitif muncul ketika informasi beban kerja yang berlebihan dan infomasi beban kerja di bawah kebutuhan proses. Keduanya dalam jangka waktu yang panjang maupun dalam jangka waktu pendek dapat menyebabkan ketegangan. Pada sisi lain, fungsi ini tidak sepenuhnya berguna untuk pemeliharaan tingkat optimum. Pemecahannya adalah untuk melengkapkan fungsi manusia dengan fungsi mesin untuk meningkatkan performansi sebaik pengembangan pekerjaan.

3. Musculoskeletal

Ketegangan otot dan sistem kerangka termasuk dalam kategori ini. Hal tersebut dapat menyebabkan insiden kecil atau trauma efek kumulatif. Pemecahan masalah ini terletak pada penyediaan bantuan performansi kerja atau mendesain kembali pekerjaan untuk menjaga agar kebutuhannya sesuai dengan batas kemampuan manusia.

4. Cardiovaskular

Masalah ini terletak pada ketegangan pada sistem sirkulasi, termasuk jantung. Akibatnya adalah jantung memompakan lebih banyak darah ke otot untuk memenuhi tingginya permintaan oksigen. Pemecahannya yaitu mendesain kembali pekerjaan untuk melindungi pekerja dan melakukan rotasi pekerjaan.

5. Psychomotor

Masalah ini terletak pada ketegangan pada sistem psychomotor yang menegaskan kebutuhan pekerjaan untuk disesuaikan dengan kemampuan manusia dan menyediakan bantuan performansi pekerjaan.

Tujuan Ergonomi

Adapun tujuan dari ergonomi adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental dan mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif lagi.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek, yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

Aplikasi Ergonomi

Aplikasi Ergonomi dapat diterapkan pada berbagai bidang kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah sebagai berikut.

1. Perancangan tempat/stasiun kerja yang sesuai dengan karakteristik dari manusia.

2. Desain peralatan, perkakas dan mesin-mesin yang dipergunakan oleh manusia sebagai sarana untuk memudahkan segala aktivitasnya.

3. Desain produk-produk yang lebih memudahkan kegiatan, contohnya mobil yang dilengkapi dengan kursi yang mudah disetel dan disesuaikan dengan kondisi tubuh manusia yang bervariasi.

Biomekanika

Biomekanika pada dasarnya mempelajari kekuatan, ketahanan, kecepatan, ketelitian, dan keterbatasan manusia dalam melakukan kerjanya.

Faktor ini sangat berhubungan dengan pekerjaan yang bersifat material handling, seperti pengangkatan dan pemindahan secara manual, atau pekerjaan lain yang dominan menggunakan otot tubuh. Meskipun kemajuan teknologi telah banyak membantu aktivitas manusia, namun tetap saja ada beberapa pekerjaan manual yang tidak dapat dihilangkan dengan pertimbangan biaya ataupun kemudahan. Pekerjaan ini membutuhkan usaha fisik sedang hingga besar dalam durasi waktu kerja tertentu, misalnya penanganan atau pemindahan material secara manual. Usaha fisik ini banyak mengakibatkan kecelakaan kerja ataupun low back pain, yang menjadi isu besar di negara-negara industri belakangan ini.

Ilmu Biomekanika membahas mengenai manusia dari segi kemampuan-kemampuannya seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan dan ketelitian. Pada ilmu kedokteran, biomekanika dibagi menjadi 2 (dua) pandangan, yaitu:

1. Ilmu Kinetika, merupakan ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor gaya yang menyebabkan benda bergerak atau diam.

2. Ilmu Kinematika, adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat gerak tanpa memperhatikan bidang mana atau bagaimana sifat gerakannya atau sudutnya apakah penuh atau tidak.

Melalui sistem automatic dan biomechanic, faktor-faktor manusia teknik terfokus pada sistem musculoskeletal. Ini merupakan sendi yang memiliki dua segmen yaitu segmen distal dan segmen proximal.

Dalam melakukan tugas-tugas yang manipulatif, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

1. Menyeimbangkan antara gerakan yang statik dan gerak yang dinamis.

2. Menjaga kekuatan otot, dimana pemakaian otot maksimum di bawah 15%.

3. Mencegah Range of Motion (ROM) sendi yang berlebihan.

4. Menggunakan grup otot yang lebih kecil untuk kecepatan dan ketelitian.