Senin, 07 Desember 2009

ORGANISASI : STRUKTUR DAN PERKEMBANGANNYA

Jika suatu ketika pihak manajemen mendapatkan sebuah proyek, maka kemudian muncul pertanyaan, bagaimana proyek tersebut akan diimplementasikan?. Dalam pengimplementasiannya tentu saja dibutuhkan organisasi yang akan mengelola proyek tersebut. James D. Mooney, mengatakan, “Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai suatu tujuan bersama”, sedangkan menurut Chester I. Barnard, mengatakan “Organisasi adalah suatu sistem dari aktivitas kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Organisasi dalam arti badan adalah sekelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan tertentu. Organisasi dalam arti bagan atau struktur adalah gambaran secara skematis tentang hubungan-hubungan, kerjasama dari orang-orang yang tertentu, dalam rangka pencapaian suatu tujuan.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa organisasi adalah suatu wadah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerjasama dalam mengatur unsur-unsur sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang terdiri dari tenaga kerja, tenaga ahli, material, dana, dan lain-lain dalam suatu gerak langkah yang sinkron untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Setiap perusahaan memiliki struktur organisasi yang berbeda dengan perusahaan lain. Pada bab ini akan di uraikan empat jenis struktur organisasi yang dapat digunakan oleh perusahaan yakni struktur organisasi fungsional, tim proyek khusus, struktur matriks dan organisasi virtual. Seperti setiap individu yang mempunyai kepribadian yang unik, maka setiap organisasi juga memiliki ciri khas yang unik pula.

2.1. Struktur Manajemen Proyek

Sebuah sistem manajemen proyek menyediakan kerangka kerja untuk pengimplementasian kegiatan-kegiatan proyek di dalam organisasi induk. Sebuah sistem yang baik, akan menjamin keseimbangan kebutuhan pada organisasi induk dan proyek, melalui pembatasan yang jelas dalam hal wewenang, pengalokasian sumber-sumber daya dan juga pengintegrasian hasil antara proyek dan organisasi induk. Banyak organisasi bisnis yang menghadapi masalah ketika mencoba membentuk sebuah organisasi proyek yang baru padahal pada saat yang sama organisasi tersebut sedang menjalankan operasi/kegiatan utama perusahaan. Hal ini karena, umumnya organisasi didisain untuk mengefesienkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Efesiensi tersebut diukur dengan pembagian tugas-tugas kedalam bentuk yang sederhana dan aktivitas yang berulang-ulang. Padahal, proyek sering melakukan hal yang tidak biasa, tidak rutin, serta memiliki lingkungan kerja yang berbeda-beda.

Permasalahan juga sering timbul karena kebanyakan proyek merupakan multidisplinari, dan dikoordinir oleh berbagai macam tenaga ahli. Sebagai contoh, proyek pengembangan sebuah produk baru, akan melibatkan personalia-personalia dari bidang disain, pemasaran, manufaktur dan finansial. Hal ini karena pada umumnya perusahaan dibagi menurut keahlian-keahlian fungsional dengan spesialisasi pada bidang disain, pemasaran, manufaktur dan finansial dalam unit-unit yang berbeda. Biasanya permasalahan muncul bukan hanya karena terdapat adanya “tembok penghalang” antar departemen, tetapi juga karena ada dilema tambahan tentang siapa yang berwewenang terhadap proyek. Pada kebanyakan organisasi, wewenang dibuat dengan sistem hierarki antar lini fungsional.

2.2. Mengorganisir Proyek Dengan Organisasi Fungsional

Mengorganisir proyek dengan cara ini adalah melalui penyederhanaan manajemen dengan hierarki fungsional dari organisasi. Jika pihak manajemen memutuskan untuk mengimplementasikan sebuah proyek, maka perbedaan segmen dari proyek akan didelegasikan ke dalam unit fungsional masing-masing. Pada Gambar 2.1 dapat dilihat gambar struktur organisasi fungsional.

Koordinasi dipelihara melalui hubungan manajemen normal. Sebagai contoh, sebuah perusahaan alat-alat manufaktur memutuskan untuk mengadakan perbedaan lintasan produk dengan membuat sebuah alat yang khusus akan digunakan oleh orang kidal. Top manajemen akan mengimplementasikan proyek, melalui pembedaan segmen-segmen proyek, lalu kemudian mengalokasikannya kepada bagian yang tepat. Departemen disain industri bertanggungjawab untuk memodifikasi spesifikasi untuk menyesuaikan kebutuhan tangan kiri pengguna. Departemen produksi bertanggungajawab untuk merencanakan cara untuk memproduksi alat baru tersebut menurut spesifikasi yang didisain. Departemen pemasaran bertanggungjawab untuk menaksir permintaan dan harga serta rencana penditribusiannya kelak. Proyek secara keseluruhan akan dimanajemeni dengan hierarki normal, sehingga proyek menjadi bagian dari agenda kerja top manajemen.

Organisasi fungsional juga biasanya digunakan ketika satu bagian fungsional lebih dominan dalam penyelesaian sebuah proyek atau mempunyai kepentingan yang dominan dalam kesuksesan proyek. Dibawah lingkup ini, top manajer pada bagian tersebut diberikan tanggungjawab untuk mengkoordinir proyek. Sebagai contoh, transfer peralatan dan anggota untuk sebuah kantor baru, akan dikoordinir oleh seorang top manajer pada departemen fasilitas perusahaan. Demikian juga, jika sebuah proyek melibatkan peningkatan sistem informasi manajemen, maka akan dimanajemeni oleh departemen sistem informasi.

Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan organisasi fungsional untuk melaksanakan dan menyelesaikan proyek. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain adalah:

  1. Proyek diselesaikan dengan struktur dasar fungsional dari organisasi induk. Tidak ada perubahan yang radikal dalam disain dan operasi dari organisasi induk
  2. Terdapat fleksibilitas maksimum dalam penggunaan staff. Spesialisasi yang tepat dalam unit-unit fungsional yang berbeda dapat dengan sementara diangkat untuk bekerja pada proyek dan kemudian kembali pada pekerjaan normal mereka. Dengan dasar teknikal yang dimiliki oleh para personalia pada setiap departemen fungsional, maka mereka dapat ditempatkan pada proyek yang berbeda-beda dengan relatif mudah
  3. Jika lingkup dari proyek terbatas dan unit-unit fungsional yang tepat diangkat sebagai penanggungjawab utama, maka berbagai jenis keahlian dapat membaur pada aspek-aspek krusial proyek.
  4. Peningkatan terhadap profesionalisme pada sebuah divisi fungsional akan tercipta. Ketika seorang tenaga ahli dapat membuat kontribusi yang signifikan untuk proyek, maka keprofesionalannya pada bagian fungsional tersebut akan meningkat.

Sementara itu, juga terdapat beberapa kelemahan pada jenis struktur organisasi ini, terutama ketika lingkup dari proyek begitu luas dan sebuah departemen yang fungsional tidak berperan secara dominan pada proyek. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain:

  1. Proyek seringkali kurang fokus. Setiap unit fungsional memiliki rutinitas inti pada pekerjaannya, sehingga mengakibatkan rendahnya pertanggungjawaban terhadap proyek jika dibandingkan dengan kewajiban yang utama pada organisasi. Sebagai contoh, jika pada sebuah proyek tertentu departemen pemasaran mengganggap proyek tersebut urgen, sementara departemen operasional menganggap hal tersebut sebagai kepentingan sekunder. Bayangkan ketegangan yang terjadi jika untuk mengerjakan tugas pada bagian pemasaran, bagian ini harus menunggu personil bagian operasional untuk menyelesaikan segmen mereka dalam proyek sebelum bagian pemasaran mengerjakan segmennya sendiri, padahal di antara mereka terdapat kontradiksi kepentingan.
  2. Ada kemungkinan terjadi kesulitan integrasi antar unit-unit fungsional. Para ahli pada satu bidang fungsional berkonsentrasi secara khusus hanya pada segmen mereka di dalam proyek dan bukan pada keseluruhan proyek.
  3. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek melalui susunan fungsional ini lebih lama. Ini akibat lambannya respon informasi terhadap proyek dan adanya kecenderungan pengambilan keputusan-keputusan yang disirkulasikan melalui hubungan manajemen yang normal.
  4. Motivasi orang-orang yang ditugaskan dalam proyek dapat menjadi lemah. Hal ini akibat sebuah proyek dianggap sebagai beban tambahan yang tidak berhubungan secara langsung dengan pengembangan keprofesionalan. Rasa kurang memiliki, akan mengecilkan komitmen pada kegiatan proyek yang terkait.

2.3. Mengorganisir Proyek Sebagai Tim Yang Khusus

Pada tipe ini, dilakukan pembentukan tim proyek yang independen. Tim ini bekerja sebagai unit-unit yang terpisah dari organisasi induk. Seorang manajer proyek yang full-time di beri tanggung jawab untuk memimpin tenaga-tenaga ahli yang juga bekerja penuh waktu pada proyek. Manajer proyek merekrut para personil tersebut dari dalam dan luar perusahaan induk. Mereka secara fisik dipisahkan dari organisasi induk dan diberikan instruksi langsung untuk menyelesaikan proyek Pada Gambar 2.2 dapat dilihat gambar struktur organisasi proyek sebagai tim yang khusus.

Hubungan antara organisasi induk dan tim proyek akan berubah-ubah. Dalam beberapa kasus organisasi induk menentukan prosedur kontrol keuangan dan administrasi atas proyek. Pada kasus lain, perusahaan mengijinkan manajer proyek dengan kebebasan sepenuhnya untuk mengelola proyek dengan seluruh sumber daya yang secara fokus ditugaskan pada proyek.

Bagi perusahaan, jika proyek adalah bentuk dominan dari bisnis, seperti sebuah perusahaan konstruksi, perusahaan konsultan atau sebuah perusahaan film, maka keseluruhan organisasi didisain untuk mendukung tim proyek. Hal ini dijelaskan pada gambar 2.3.

Sebagaimana halnya organisasi fungsional, pendekatan tim proyek khusus mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah sebagai berikut:

1. Terbentuknya suatu tim proyek dengan bagian-bagian yang lengkap dan susunan komando tunggal. Dengan demikian, tim proyek ini memiliki wewenang penuh atas sumber daya yang disediakan untuk mencapai sasaran proyek

2. Adanya tim tersebut memungkinkan ditanggapinya perubahan dan diambilnya keputusan dengan tepat dan cepat karena keputusan dibuat oleh tim dan tidak menunda hierarki.

  1. Status yang mandiri akan menumbuhkan identitas tim dan komitmen para anggotanya untuk menyelesaikan proyek dengan baik. Mereka akan mencurahkan perhatian secara penuh ke dalam proyek dan tidak dialihkan oleh kewajiban yang lain.

4. Dengan dipindahkannya tenaga-tenaga ahli dari organisasi fungsional ke satu wadah tim proyek, maka jalur komunikasi dan arus kegiatan menjadi lebih pendek, sehingga, memungkinkan pengarahan dan pengendalian secara lebih efektif

5. Memudahkan koordinasi maupun integrasi personil dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya

6. Orientasi akan lebih kuat kepada kepentingan proyek

Sedangkan kerugian dari bentuk organisasi ini adalah:

  1. Besarnya biaya proyek karena kurang efisien dalam membagi dan memecahkan masalah dalam penggunaan sumber daya, seperti misalnya peralatan konstruksi dan tenaga di masing-masing proyek. Ini dapat menghasilkan duplikasi dari usaha-usaha antar proyek dan kehilangan skala ekonomis. Karena umumnya jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan terbatas, maka perusahaan tidak dapat menempatkannya ke masing-masing proyek secara permanen. tanpa merugikan perusahaan secara keseluruhan.
  2. Juga terdapat kecenderungan munculnya perpecahan yang kuat antara tim proyek dan organisasi induk. Perpecahan ini dapat merusak integrasi hasil proyek ke operasi utama. Proses asimilasi dari anggota-anggota tim proyek saat kembali ke unit-unit fungsional mereka ketika proyek diselesaikan juga akan terganggu.
  3. Menugaskan perorangan secara penuh waktu untuk sebuah proyek menciptakan dilema, apa yang akan dilakukan anggota ketika proyek telah selesai, padahal pekerjaan pada proyek lain tidak tersedia. Proses transisi kembali ke departemen fungsional semula kemungkinan juga menjadi sulit karena telah meninggalkan departemen fungsional beberapa waktu lamanya.

2.4. Mengorganisir Proyek Dengan Susunan Matriks

Manajemen matriks adalah sebuah bentuk organisasi cangkokan dimana struktur manajemen proyek yang horisontal ‘melapisi’ hierarki fungsional yang normal. Pada sebuah sistem matriks, biasanya terdapat dua rangkaian perintah, satu sepanjang garis fungsional dan yang lain sepanjang garis proyek.

Perusahaan mengaplikasikan susunan matriks ini bervariasi dengan cara-cara yang berbeda. Beberapa organisasi membuat sistem matriks yang bersifat sementara untuk menghadapi proyek yang spesifik. Tetapi pada organisasi-organisasi yang lain, “matriks” mungkin menjadi sebuah bagian yang tetap. Organisasi proyek matriks dimaksudkan untuk mendapatkan sisi-sisi positif dari struktur fungsional dan manajemen matriks dari sudut pandang perusahaan secara menyeluruh dalam menangani proyek.

Para tenaga ahli, secara administratif tetap terikat dengan departemen fungsional yang berkaitan sebagai induk organisasinya dan bertanggung jawab pada pimpinan proyek, berkaitan dengan hal penanganan proyek. Dengan cara seperti ini, maka para tenaga ahli tetap bernaung dibawah departemen fungsional seraya berkontribusi terhadap proyek-proyek yang ada.

Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh bentuk organisasi ini adalah :

1. Manajer Proyek bertanggung jawab secara penuh terhadap keberhasilan proyek, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan kesuksesan proyek dapat dikontrol secara terus-menerus.

2. Jika pada proyek timbul permasalahan, maka dapat segera ditindaklanjuti.

3. Lebih efisien karena dapat menggunakan sumber daya maupun tenaga ahli yang dimiliki, pada beberapa proyek sekaligus.

4. Jika sebuah proyek telah selesai, para personil yang terlibat di dalamnya dapat kembali ke organisasi induk semula.

Sedangkan kerugian jika menggunakan bentuk organisasi ini adalah :

  1. Walaupun pimpinan proyek tetap bertanggung jawab terhadap pencapaian sasaran-sasaran pokok seperti anggaran biaya, jadwal dan mutu proyek, namun seluruh keputusan mengenai pelaksanaan pekerjaan dan kebutuhan personil terdapat pada departemen lain, dan hal ini diluar wewenang pimpinan proyek.
  2. Terdapat tingkat ketergantungan yang tinggi antara proyek dan organisasi lain pendukung proyek. Tidak jarang terjadi, sebuah organisasi memiliki tugas-tugas lain disamping proyek tertentu yang sedang dikerjakan, bahkan sering terjadi terdapat lebih dari satu proyek yang dikerjakan pada jangka waktu bersamaan.
  3. Karena berada di bawah komando pimpinan proyek dan departemen fungsional, maka terdapat dua jalur pelaporan bagi personil tim proyek. Hal ini sering menimbulkan kontradiksi dalam melakukan pekerjaan.

Struktur organisasi matriks dipilih dengan tujuan pencapaian efisiensi penggunaan sumber daya dengan sebaik-baiknya. Berdasar pada realita, bahwa tidak ada perusahaan yang memiliki sumber daya tidak terbatas, maka bila perusahaan ingin melaksanakan multi proyek, struktur ini merupakan alternatif yang pantas untuk dipertimbangkan. Dibutuhkan persiapan personil secara matang, baik dari segi kualitas dan sikap serta latihan terutama bila mereka terbiasa bekerja dilingkungan struktur fungsional dengan satu jalur komando dan pertanggungjawaban.

Pada gambar 2.4. dapat dilihat contoh struktur organisasi matriks.

Berikut ini adalah aplikasi secara umum.

Pada gambar 2.4., terdapat tiga buah proyek yakni : A, B dan C. Ketiga manajer proyek (PM A-C) bertanggungjawab kepada direktur manajemen proyek, yang mengawasi semua proyek. Setiap proyek memiliki asisten administrasi, meskipun untuk proyek C, hanya bekerja separuh waktu.

Proyek A melibatkan disain dan pengembangan dari lintasan produksi terkait untuk mengakomodasi campuran logam baru. Untuk menyelesaikan tujuan ini, pada proyek A telah ditugaskan 3.5 personil dari divisi manufaktur dan 6 personil dari engineering. Artinya, para personil ini ada yang ditempatkan secara full-time dan ada juga yang part-time. Proyek B berkaitan dengan pengembangan produk baru yang membutuhkan representasi yang berbobot dari bagian engineering, manufaktur dan pemasaran. Proyek C menangani peramalan kebutuhan-kebutuhan yang berubah dari pelanggan yang terkait. Ketika ketiga proyek ini dijalankan, maka aktivitas inti pada divisi fungsional tetap berjalan seperti biasa. Pada prinsipnya setiap keputusan pada proyek selalu harus dinegosiasikan. Manajer proyek bertanggung jawab untuk mengintegrasikan masukan dari bagian fungsional dan mengawasi penyelesaian proyek. Sementara itu, manajer fungsional bertanggungjawab untuk mengawasi kontribusi fungsional untuk proyek.

2.5. Mengorganisir Proyek Dengan Organisasi Virtual

Perampingan ukuran perusahaan/korporasi dan juga dengan adanya kontrol biaya yang ketat, telah mengakibatkan timbulnya “organisasi virtual”. Secara teoritis, organisasi virtual merupakan aliansi dari beberapa organisasi dengan tujuan menciptakan produk atau memberikan pelayanan pada pelanggan. Struktur kolaborasi ini khususnya terdiri dari beberapa organisasi lain yang saling bekerjasama dan berada di sekeliling ‘pusat’ atau perusahaan ’inti’. Perusahaan inti mengkoordinir proses network dan memiliki satu atau dua inti kompetensi, seperti pemasaran atau pengembangan produk. Sebagai contoh, pada suatu perusahaan, kompetensi yang utama adalah mendisain produk baru. Dalam kerangka mengorganisir proyeknya, mereka bekerjasama dengan pemasok, melakukan kontrak kerja dengan perusahaan manufaktur, pengasembli dan perusahaan/partner yang lain untuk menyalurkan produk tersebut ke pelanggan. Contoh lainnya adalah perusahaan Nike, mereka ahli dan khusus menangani aspek pemasaran untuk pakaian dan sepatu olahraga. Prinsip perusahaan tersebut adalah, mereka tidak melakukan segala sesuatunya sendirian. Maka untuk melakukan hal yang lainnya, perusahaan dapat melakukan outsource dari perusahaan lain sesuai dengan kompetensi kebutuhannya.

Perubahan menuju organisasi virtual dengan jelas kelihatan pada industri film. Sepanjang zaman emas Hollywood, korporasi pembuatan film jumlahnya sangatlah besar. Studio seperti MGM, Warner Brothers, dan 20th Century-Fox memiliki banyak film dan ratusan tenaga ahli yang bekerja full-time sebagai disainer, kamerawan, editor film, sutradara, dan juga aktor. Sekarang ini, kebanyakan film dibuat oleh kumpulan individu dan perusahaan kecil yang secara bersama-sama membuat fim melalui proyek-proyek yang saling berhubungan. Jadi pada struktur ini, ada peluang sebuah pekerjaan dilakukan oleh personil yang benar-benar ahli, dan bukannya hanya dikerjakan oleh personil yang berada pada perusahaan tersebut saja.

Sebagai contoh dapat dilihat gambar.2.5.

Gambar 2.5 tersebut melukiskan sebuah situasi dimana sebuah sepeda motor terbaru dibuat dan dipasarkan. Ide berasal dari teknisi mekanik, lalu investor menegosiasi kontrak dengan perusahaan sepeda motor untuk memproduksi sepeda motor tersebut. Perusahaan sepeda motor membentuk tim proyek dari bagian manufaktur, pemasok dan perusahaan pemasaran untuk menciptakan sepeda motor baru. Setiap partisipan memberikan kontribusi yang terbaik pada proyek tersebut. Perusahaan sepeda motor memiliki brand-image mereka, dan berkontribusi di saluran pendistribusian mereka. Perusahaan yang spesialisasinya adalah dalam pembuatan part yang dibutuhkan akan menyalurkan part yang mereka buat pada perusahaan manufaktur yang akan memproduksi sepeda motor tersebut. Perusahaan marketing menilai hasil disain tesebut, melakukan proses promosi dan melakukan test pasar potensial. Jadi, pada kasus ini, manajer proyek ditugaskan oleh perusahaan sepeda motor untuk bekerja dengan investor dan seluruh bagian lain untuk menyelesaikan proyek tersebut.

Ada beberapa keuntungan penggunaan proyek virtual yakni:

1. Terjadi pengurangan biaya yang signifikan.

Perusahaan dapat menjamin persaingan melalui biaya jasa yang dikontrak, apalagi bila pekerjaan tersebut dapat di kontrak sementara. Biaya overhead secara dramatis berkurang karena perusahaan tidak perlu lagi melakukan pekerjaan yang telah dikontrakkan.

2. Pesatnya perkembangan teknologi dan keahlian, dapat berdampak buruk pada proyek. Sebuah perusahaan harus selalu mengikuti perkembangan teknologi. Jadi jika perusahaan dapat fokus pada penguatan kompetensi inti dan menyewa perusahaan lain yang benar-benar ahli pada suatu bidang, hal ini akan jauh lebih menguntungkan.

3. Terdapat peningkatan fleksibilitas.

Organisasi selalu dihadapkan dengan konstrain sumber daya, tetapi konstrain dapat di atasi bila menjalin kerjasama dengan perusahaan lain yang sumber dayanya lebih baik.

Sedangkan kerugian dari proyek virtual adalah sebagai berikut:

1. Proses koordinasi keprofesionalan dari berbagai organisasi yang berbeda dapat menjadi sebuah hambatan, khususnya jika pekerjaan-pekerjaan pada sebuah proyek membutuhkan kolaborasi. Dibutuhkan kerjasama dan saling pengertian yang benar-benar tinggi.

2. Adanya potensi kehilangan kontrol pada proyek. Tim inti bergantung pada organisasi lain, namun mereka tidak memiliki wewenang secara langsung. Ada kemungkinan sebuah proyek akan gagal ketika salah satu rekan kerja tidak memenuhi skedul yang telah ditetapkan.

3. Pada sebuah proyek virtual lebih mudah terjadi konflik interpersonal, jika terdapat perbedaan kultur, nilai dan prioritas diantara sesama partner kerja. Karena kepercayaan, merupakan hal yang paling mendasar dari keberhasilan sebuah proyek, apalagi datang dari berbagai organisasi yang berbeda.

Bagi banyak proyek virtual yang beroperasi di lingkungan elektronik, para personil terhubung hanya melalui komputer, mesin fax, sistem CAD dan video teleconference. Mereka jarang, bahkan mungkin tidak pernah, bertemu satu sama lainnya secara langsung seperti halnya pada personil proyek yang bekerja bersama-sama pada bagian konstruksi.

Hobbs dan Menard (Hobbs, 1993) mengidentifikasi 7 faktor yang berpengaruh dalam pemilihan struktur organisasi manajemen proyek yakni:

  1. Ukuran proyek
  2. Kebijakan strategis
  3. Kebutuhan terhadap inovasi terbaru
  4. Kebutuhan terhadap integrasi (jumlah departemen yang terlibat)
  5. Kompleksitas lingkungan (Jumlah interface eksternal)
  6. Konstrain waktu dan anggaran
  7. Stabilitas permintaan sumberdaya

Semakin tinggi level ketujuh faktor ini, maka dibutuhkan otonomi dan wewenang yang lebih banyak pada manajer proyek dan tim proyek agar dapat berhasil. Sebagai contoh, struktur organisasi matriks atau tim proyek lebih tepat digunakan untuk proyek besar yaitu proyek yang secara strategis kritis dan baru untuk perusahaan, karena membutuhkan banyak inovasi. Struktur ini juga tepat untuk proyek yang bersifat kompleks, multidisplin, dan yang membutuhkan masukan dari banyak departemen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar