Selasa, 01 Desember 2009

POSTUR KERJA

Keterkaitan Ergonomi dengan Postur Kerja

Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, dan nyaman. Untuk mencapai hasil yang optimal, perlu diperhatikan performansi pekerjanya. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah postur dan sikap tubuh pada saat melakukan aktivitas tersebut. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena hasil produksi sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan pekerja. Bila postur kerja yang digunakan pekerja salah atau tidak ergonomis, pekerja akan cepat lelah sehingga konsentrasi dan tingkat ketelitiannya menurun. Pekerja menjadi lambat, akibatnya kualitas dan kuantitas hasil produksi menurun yang pada akhirnya menyebabkan turunnya produktivitas.

Dengan demikian, terlihatlah bahwa postur kerja sangatlah erat kaitannya dengan keilmuan ergonomi dimana pada keilmuan ergonomi dipelajari bagaimana untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera akibat postur kerja yang salah dan penyakit akibat kerja serta menurunkan beban kerja fisik dan mental, oleh karena itu perlu dipelajari tentang bagaimana suatu postur kerja dikatakan efektif dan efisien, tentu saja untuk mendapatkan postur kerja yang baik kita harus melakukan penelitian-penelitian serta memiliki pengetahuan dibidang keilmuan ergonomi itu sendiri dengan tujuan agar kita dapat menganalisis dan mengevaluasi postur kerja yang salah dan kemudian mampu memberikan postur kerja usulan yang lebih baik sebab masalah postur kerja sangatlah penting untuk diperhatikan karena langsung berhubungan ke proses operasi itu sendiri, dengan postur kerja yang salah serta dilakukan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan operator akan mengalami beberapa gangguan-gangguan otot (Musculoskeletal) dan gangguan-gangguan lainnya sehingga dapat mengakibatkan jalannya proses produksi tidak optimal.

Postur Kerja

Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisa keefektivan dari suatu pekerjaan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh operator sudah baik dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh oleh operator tersebut akan baik. Akan tetapi bila postur kerja operator tersebut salah atau tidak ergonomis maka operator tersebut akan mudah kelelahan dan terjadinya kelainan pada bentuk tulang operator tersebut. Apabila operator mudah mengalami kelelahan maka hasil pekerjaan yang dilakukan operator terebut juga akan mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Kerja Otot Statis dan Dinamis

Kerja otot statis adalah kerja otot yang tidak bergerak atau dengan kata lain otot hanya diam. Biasanya kerja otot statis akan lebih cepat mengalami kelelahan dibandingkan dengan kerja otot dinamis. Walaupun demikian kerja otot stasis tidak bisa di hilangkan dalam melakukan suatu pekerjaan. Sesuatu hal yang tidak mungkin dalam melakukan pekerjaan semua bagian tubuh operator mengalami kerja otot statis. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu di adakan penelitian tentang perbandingan berapa lama waktu kerja otot statis dilakukan dibandingkan dengan kerja otot dinamis. Sebagai contoh seorang satpam yang harus menjaga pintu selama beberapa jam tanpa bisa duduk. Tentu otot kakinya akan merasa kelelahan dengan kerja otot statis seperti itu. Untuk mengatasinya perlu dibuat jadwal dimana satpam tersebut bisa berkeliling sehingga otot kakinya yang tadinya statis bisa kembali rileks. Dan untuk kerja otot dinamis, perlu dilakukan juga penelitian terhadap otot yang terus bergerak tanpa henti.

Efek Kerja Otot Statis dan Dinamis

Efek kerja otot statis adalah otot yang digunakan dalam keadaan diam sehingga akan terjadi penumpukan asam laktat lebih cepat dibandingkan dengan kerja otot dinamis, sehingga pekerja akan lebih cepat mengalami kelelahan. Ketika pekerja cepat merasa lelah meka pekerjaan atau produktivitasnya akan mengalami penurunan. Sebagai contoh seorang tukang cat yang sedang melakukan pekerjaanya pada saat berdiri, akan mengalami kelelahan pada kedua otot kakinya.

Efek kerja otot dinamis sebenarnya sangat baik karena tidak menyebabkan kelelehan pada saat bekerja. Tidak seperti kerja otot statis yang menyebabkan kelelahan pada pekerja saat bekerja, kerja otot dinamis sangat dianjurkan dalam melakukan setiap gerakan dan postur kerja. Karena pada saat bekerja, otot si pekerja akan mengalami relaksasi, sehingga menyebabkan si pekerja tidak cepat merasakan kelelahan pada saat bekerja dan produktivitasnya tidak akan mengalami penurunan.

Musculoskeletal

Musculoskeletal adalah risiko kerja mengenai gangguan otot yng disebabkan oleh kesalahan postur kerja dalam melakukan suatu aktivitas kerja. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal.

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (Low Back Pain = LBP). Laporan dari The Bureau of Labour Statistics (LBS) Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat yang dipublikasikan pada tahun 1982 menunjukkan bahwa hampir 20% biaya kompensasi yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya keluhan/sakit pinggang. Besarnya biaya kompensasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan secara pasti belum diketahui. Namun demikian, hasil estimasi yang dipublikasikan oleh NIOSH menunjukkan bahwa biaya kompensasi untuk keluhan otot skeletal sudah mencapai 13 milyar US dolar setiap tahun. Biaya tersebut merupakan yang terbesar bila dibandingkan dengan biaya kompensasi untuk keluhan/sakit akibat kerja lainnya. Sementara itu National Safety Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja yang frekuensi kejadiannya paling tinggi adalah sakit punggung, yaitu 22% dari 1.700.000 kasus.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, diantaranya yaitu:

1. Peregangan otot yang berlebihan (over exertion), pada umunya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktifitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktifitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

2. Aktifitas berulang, yaitu pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah, yaitu sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamih, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.

4. Faktor penyebab sekunder, yaitu:

a. Tekanan, terjadi langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.

b. Getaran, dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.

c. Mikroklimat, paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekutan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.

5. Penyebab kombinasi, yaitu:

a. Umur, keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot meningkat.

b. Jenis kelamin, secara fisiologis kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria. Kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria. Khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki.

c. Kebiasaan merokok yang lama dan tingginya frekuensi merokok menyebabkan tingginya keluhan otot yang dirasakan. Hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot.

d. Kesegaran jasmani. Bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadinya keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan bertambahnya aktifitas fisik.

e. Kekuatan fisik. Adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja. Namun untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan pengerahan tenaga, maka faktor kekuatan fisik kurang relevan terhadap resiko keluhan otot skeletal.

f. Ukuran tubuh (antropometri). Vessy et al menyatakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai risiko terjadinya keluhan (pada bagian otot kaki) dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Apabila dicermati, keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban.

Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan risiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Alat ergonomik yang dapat digunakan yaitu Checklist, Model Biomekanik, Tabel Psikofisik, Model Fisik, pengukuran dengan Videotape, Pengamatan melalui Monitor, Metode Analitik, Nordic Body Map (NBM).

Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health Administration (OSHA), tindakan ergonomik untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah melalui dua cara, yaitu:

1. Rekayasa Teknik

a. Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada.

b. Substitusi, yaitu mengganti alat lama dengan alat baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur penggunaan peralatan.

c. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja.

d. Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi risiko sakit.

2. Rekayasa Manajemen

a. Pendidikan dan pelatihan.

b. Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang.

c. Pengawasan yang intensif.

Program Pengendalian Kelelahan pada Pekerja

Program pengendalian kelelahan pada pekerja adalah suatu program yang dibuat berdasarkan analisa terhadap kelelahan pada pekerja yang mana bertujuan untuk membuat suatu program kerja yang baru yang lebih baik agar tingkat kelelahan yang dialami pekerja lebih kecil.

Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kelelahan pada pekerja antara lain adalah:

1. Melakukan perbaikan terhadap postur kerja operator yang salah atau kurang ergonomis.

2. Melakukan perbaikan pada stasiun kerja si operator, seperti jarak, dan letak bahan-bahan yang akan di pergunakan operator.

1 komentar:

  1. terimakasih datanya.
    referensi literaturnya dari mana? harusnya data akan lebih valid jika tertera data sumbernya.

    terimakasih

    BalasHapus